Monday 9 July 2018

Say No to intervensi dari luar keluarga inti

"Salah satu penyebab rusaknya sebuah rumah tangga adalah adanya intervensi terhadap keluarga inti yang dilakukan oleh keluarga di luar keluarga inti itu sendiri".


Salah satu kutipan saat mempelajari ilmu psikologi di kampus yang paling diingat hingga sekarang. Diceritakan dan dipresentasikan langsung oleh salah satu rekan perkuliahan saya yang juga seorang konselor dan diiyakan oleh beberapa dosen pengajar saya yang merupakan ahli psikologi dan psikolog tersohor. Pada saat itu, saya hanya bisa mengiyakan, tapi pada akhirnya setelah dipikir.. bener juga sih!

FYI, keluarga inti terdiri dari suami, istri dan anak. Hanya itu saja, Yang termasuk keluarga namun diluar keluarga inti ya bisa dibilang keluarga lain, bukan anggota dari lingkaran keluarga inti. Jadi, jika satu keluarga terbentuk (Suami-istri, atau Suami-istri-anak), maka anggota seperti orang tua, mertua, adik-kakak, apalagi om tante, nenek kakek , bukanlah lagi keluarga inti kamu (disebut sebagai keluarga besar). Pasti sudah punya kepentingan dan pengaruh yang berbeda dari sebelum kita menikah. Kenapa dikotak-kotakkan? karena semakin banyak anggota dalam keluarga inti maka akan semakin riweh, khususnya ketika ada masalah keluarga. Rahasia keluarga juga pada dasarnya adalah rahasia dari keluarga inti, terlalu riskan jika harus dibagi. Bayangin ketika ada masalah tapi semua keluarga diluar keluarga inti juga harus diberi tahu! Mulai dari penyatuan isi kepala banyaknya orang dewasa yang terlibat sampai pengambilan keputusan yang tentu saja, biasanya orang yang lebih tua akan memaksakan kehendaknya. Padahal, itu sekarang keluarga inti kamu sendiri, bukan keluarga mereka lagi.

Makanya, menikah itu bukan hanya masalah senang saat mempersiapkan acara pernikahan atau menyambut kelahiran anggota keluarga baru. Namun, adalah proses pengurangan ego dan menyadari bahwa mereka bukan milik kita lagi. Khususnya, orang tua dan saudara. Sedih memang, untuk menyadari anak yang kita asuh selama ini atau saudara yang tumbuh bersama kita akan hidup bersama orang lain, Tapi itulah sebuah kenyataan dalam hidup. So, let them grow! Biarkan mereka hidup dengan caranya. Okay, menasihati itu wajib, tapi mengintervensi itu tidak perlu.

Sejak kuliah pasca sarjana, saya bertemu dengan beberapa orang yang sudah berkeluarga dengan berbagai kondisi. Senang rasanya melihat mereka memutuskan segala sesuatu berdua dan orang sekitar membiarkan mereka mandiri. Saya bertemu dan berteman dengan dua orang di status yang sama namun dengan kondisi yang berbeda. Yang satu, orang tua dan mertua sudah merelakan mereka mandiri dan mengatur semuanya sendiri. Mereka berdua ditugaskan di provinsi yang amat jauh dan hidupnya lebih santai, si mbak A ini ketika mau kemana2 cukup ijin dengan suami dan melakukan hal yang ia sukai dengan nyaman. Dia juga cerita belum punya tabungan yang banyak, namun cukup untuk mereka jalan-jalan, honeymoon lagi atau sekedar beli tiket PP bertemu satu sama lain, Aneh menurut saya, namun melihat dia cerita adem gituu. Seperti ga ada beban hidup sama sekali, sampai-sampai ketiadaan momongan hingga saat ini bisa dia ceritakan dan dia tanggapi dengan luar biasa tenangnya, tanpa ada tekanan.

Si Mbak kedua, atau mbak B, sudah bersuami dan punya satu anak. Hidupnya juga baik, tabungan dana asetnya banyak, namun disayangkan menderita gangguan kecemasan akibat intervensi dari anggota keluarga di luar keluarga inti. Segala keputusan harus ia diskusikan dengan suami, mertua dan kakak adiknya. si Mbak B mengaku kesulitan jika harus membagi urusan dan rahasia keluarga dengan orang lain, termasuk mertua, orang tua dan saudaranya. Dia menginginkan kuasa penuh atas apa yang ia hasilkan dan atas apa yang ia inginkan tanpa intervensi dari orang lain.

Punya orang tua atau saudara adalah satu hal yang harus kita syukuri, apalagi jika masih lengkap sampai sekarang, Namun, kadang kita lupa bahwa mereka hanya titipan, pada akhirnya kita harus survive masing-masing. Nyinyirin orang karena dia terus hura-hura atau karena dia pelit mau nabung terus menurut saya ga perlu lah ya, semua keluarga punya caranya masing-masing, kita ga pernah tau proses pengaturan yang mereka lakukan di belakang kita. Harusnya sekarang kita yang memikirkan diri kita sendiri bagaimana untuk mengatur dan terus belajar tentang kehidupan rumah tangga. Ingat, kita sudah dewasa dan buktikan jika kita sudah dewasa, tentunya dengan kerelaan dari pihak lain yang membiarkan kita berpikir dan memutuskan tentang apa yang kita inginkan.

Pernah menonton salah satu tayangan seorang warga negara belgia yang merantau jauh ke benua lain di usia yang sangat muda (lulus SMA). Saat ditanya bagaimana tanggapan orang tuanya? ia bercerita orang tuanya memiliki pola asuh yang strict saat ia masih muda. Semua dilakukan agar mereka bisa disiplin dan  diharapkan dapat bertahan hidup di kondisi apapun. Setelah pendidikan ilmu dan karakter telah ditanamkan, mereka membiarkan anak-anaknya menemukan apa yang mereka inginkan.  Dipantau dalam kurun waktu 2-3 tahun, setelah itu ia dilepaskan begitu saja. Hasilnya? anak pun tidak pernah lupa orang tuanya, namun orang tuanya juga tidak pernah mengharapkan balas budi dari anak. "Kamu adalah seseorang yang Tuhan pertemukan padaku, terima kasih telah bersamaku selama ini, dan sekarang, silahkan lalui pilihan hidup yang kamu inginkan", itu pesan orang tuanya sebelum mengijinkan anaknya untuk pergi merantau.

Pasti sedih dong jadi orang tua harus melepas anaknya, tapi kenapa tidak bersikap yakin aja, jika selama ini kita berbuat baik dengan anak, ia pun juga akan berbuat baik dengan kita. Jika pendidikan agama dan karakter kita tanamkan sejak kecil, ia tidak akan pernah lupa dimana asalnya. Daripada harus merasa memiliki anak sepenuhnya sampai-sampai harus mengintervensi anak dan mencampuri semua keputusan anak bahkan sampai ia sudah memilki keluarga inti sendiri? Sadarkah bahwa kadang kita sendiri yang membuat anak bergantung dan tidak bisa mandiri?

Lalu, dalam melihat keluarga lain, baik itu saudaramu atau justru orang lain yang sama sekali tidak ada hubungannya denganmu. Kadang kita harus menyadari diri untuk berhenti mencampuri urusan keluarga orang lain, kecuali mereka memang butuh bantuanmu. Stop nyinyirin kehidupan orang lain jika kamu merasa berbeda dengan cara mereka bertahan hidup. Karena bertahan hidup itu bukan dengan yang rajin menabung, rajin hura-hura, rajin nonton bioskop atau punya deposito di setiap bank. Tapi yang dapat fit atau cocok beradaptasi di lingkungannya, dengan cara mereka masing-masing. Sekali lagi, kamu tidak pernah tau apa yang sudah mereka lakukan dibelakangmu. Kalo mereka tidak membuat kamu rugi, ya ga usah dinyinyirin yaaaa :)
 

Blog Template by BloggerCandy.com