Friday 21 July 2017

Cerita tentang si Bagus~

Cerita hari ini mengenai diskusi ummi-ummi atau guru-guru di Taman Kanak-kanak tempat saya magang. Mereka mulai diskusi dan bercerita mengenai anak-anak didik baru yang pola tingkah dan kepribadiannya macam-macam. Anak A begini lah, yang B begini dan C begitu. Memang, ketika bekerja yang berhubungan dengan manusia, pasti bakal nemuin hal yang berbeda-beda mengenai satu orang dengan orang lainnya, kalo di Ilmu Psikologi, balik lagi ke jurus-andalan-ilmu-dasar kami, individual differences. Tapi bedanya, kalo si ummi-ummi lebih suka ngomongin anak secara terang-terangan atau di depan si anak, mungkin sudah kebiasaan, kalo saya lebih suka menahan dan memperhatikan diam-diam. Bukan berarti saya gak heran, tapi anak psikologi memang gak boleh gampang heran dan sudah terlatih untuk gak heran liat yang aneh-aneh 😂 Ga sehat juga kan kalo kita ngomongin anak di depan anaknya itu sendiri hehe

Sudah terbiasa dengan studi kasus dan tugas-tugas mengenai observasi, belum lagi banyak teori yang sudah dibilang banyak hal yang mempengaruhi manusia, sebetulnya yang lebih menarik bukan di bagian si anak ini aneh dan lucu, titik. No! Kami terbiasa untuk mengamati dan mencari tahu kenapa sih si anak begini atau begitu. Sudah kebiasaan aja untuk memahami dan tidak men-judge kalo anak ini begini-begono karena kemauannya dia, namun akibat lingkungan ada di sekitarnya. Nah, kalo kita biasa bicara tentang anak usia 3-5 tahun, jadi lingkungan terdekatnya siapa? Yap, keluarga, dan pastinya orang tua. Mungkin saya cuma bisa berteori, namun masalah pendekatan dan pengajaran saya butuh bantuan dari ummi-ummi, jadi pasti ini akan kami diskusikan lebih lanjut di ruangan kantor kami yang berukuran 4x4 dengan toples menggunung isi jajanan 😅😅

Balik ke masalah anak, sebagai contoh ada si anak, sebut saja namanya Bagus (nama samaran). Akhir-akhir ini jadi pusat pembicaraan ummi-ummi karena perilakunya yang unik. Pertama masuk sekolah dia tipe dengan tempramen slow to warm up. Susah bergaul dengan temannya, masih ditungguin ibunya dan susaaaaaah banget diajak ngomong. Betul-betul mematung ketika dia ga ngerasa nyaman. Hari kedua belum mau ikut menyanyi seperti anak lainnya, masih ditemenin ibunya sampe pulang. Diajak ngobrol masih ga ada suara sama sekali. Hari ketiga juga masih sama, disuruh belajar nulis tapi gamau pegang pensil sama sekali, masih belum ikut nyanyi tapi ketika bermain sudah ada suaranya sedikit-sedikit. Hari keempat dan kelima, sudah mau ditinggal ibunya, sudah mulai jawab tapi dengan suara yang pelan dan kosa kata yang patah-patah dan lambat, ikut nyanyi tapi delay, maksudnya ketika anak-anak yang lain selesai jawab nyanyian, dia baru ikutan jawab. Selain itu, yang cukup menonjol, motorik halus Bagus masih jauh terlambat dibanding teman-teman lainnya yang sudah aktif. Motorik kasar cenderung memaksa dan spontan. Gerakannya lambat dan ekspresinya cenderung datar. Ummi-ummi, yang notabene-nya ngajarin si anak langsung, ngeliat dia berbeda dengan teman-teman yang lain langsung komentar dong. Mungkin maksudnya gemes karena si anak ini lucu dan unik, saya kadang-kadang menimpali juga namun dengan menghubungkan kondisi si anak dengan perilaku orang tuanya yang juga 'cenderung menonjol' tiap antar atau jemput si Bagus di sekolah. Hukum alamnya memang biasanya begitu, perilaku anak yang unik biasa ga jauh-jauh dari orang tuanya yang juga ga kalah unik, kayak kasus si Bagus ini.

Si Emak Bagus (sebut saja begini untuk menyebut emaknya Bagus), duuh tipe emak-emak yang sukaaa banget ngomel, hobi ngobrol dan cerewet abis. Meskipun kalo cerita masih ketawa-ketawa atau niat bercanda, tapi kadang bikin saya yang denger mesem-mesem sendiri. Mungkin kalo temen sebaya udah saya marahin itu, tapi berhubung saya guru magang dan jauh lebih muda, jadi saya pikir ada prosedurnya untuk mengajak si emak bagus berdiskusi. Misalnya nih ya, si anak kan motorik halusnya masih lambat banget, seperti memasang kaus kaki dan sepatu bisa tiga kali lipat lebih lama dibanding teman-temannya, gatau apa si Emak malu atau gusar liat anaknya lama begitu bukan dibantu pelan-pelan tapi malah ngomeeel aja, kayak 'emang begitu si Bagus mah, lelet sih!', atau 'di rumah juga gitu bisa setengah jam masang sepatu aja, kebalik-balik lagi', atau 'emang males dia ini ummi, disuruh masang gini lamanya minta ampun, lelet banget, suka sebel juga saya!'. Sedihnya, si Emak Bagus bilang gitu di depan ummi-ummi, teman-teman sekolahnya Bagus dan orang tua dari teman-teman Bagus! Kebayang kan gimana anaknya bisa delay gitu? ngomongnya lambat dan males-malesan? saya udah bisa prediksi pasti kalo anaknya lama atau lamban (namanya juga anak-anak lagi belajar) pasti langsung diomelin, bukannya sabar diajarin pelan-pelan dan ditungguin. Pasti pas anaknya baru mau ngomong pelan-pelan udah langsung dipotong karena emaknya ga sabaran, jadi anaknya juga ga bisa belajar dan ngerasa ga harus menyelesaikan kalimat. Pasti pas anaknya males belajar, emaknya cuma ngomel nyalahin anaknya yang dia anggep 'memang males' dan ditinggal aja bukan diajarin. Ketebak kan?! memang gitu kok, saya yakin 100%. Mana kalo denger cerita emak bagus, bapaknya kerja sebagai driver yang pulang seminggu sekali, si Bagus punya adek yang masih baby dan hobinya cuma nonton di depan tv. Si Bagus jarang main keluar rumah dengan alesan 'takut pergi kemana-mana atau diculik', jadi dia jarang diajak ngomong dan diajak main yang mengasah sistem motorik dia. Hiburan cuma tv dan istirahatnya cuma tidur.

Saya sebetulnya gak mau nge-judge kalo si Emak Bagus gagal jadi ibu. Karena saya belum ngerasain jadi seorang ibu dan gak kebayang susahnya ngurus anak. Si Emak Bagus gak salah, hanya cara mengasuhnya mungkin yang kurang tepat. Si Emak seharusnya sedikit lebih sabar dan mulai menyadari kalo anaknya sedikit kurang aktif dibanding temen-temen lainnya. Bukan karena si anak gak mampu, tapi memang kurangnya stimulus yang diberikan. Dan si Emak mungkin harus lebih kontrol diri untuk ga ngomongin kejelekan anaknya di depan umum. Si Bagus memang baru usia 5 tahun, moms, but trust me, mereka itu paham ketika mereka gak merasa dipercaya dengan ibunya sendiri. Dia bisa sedih dan gampang menyerah ketika dibandingkan dengan anak-anak lain. Kayak yang sering saya bilang ke ummi-ummi, anak ini memang lambat jika dibandingkan dengan anak lain, tapi coba mulai sekarang kita bandingkan saja bagus dengan dirinya sendiri. Maksudnya, selama satu minggu, sebetulnya sudah banyak kemajuan dalam diri Bagus, dari yang awalnya diam sekarang mulai bersuara, dari yang sebelumnya gak nyanyi sama sekali, sekarang sudah mulai ikut bernyanyi meskipun agak terlambat. Dari yang gak bisa bermain dengan teman lain, sekarang sudah mau berbaur dan berbagi. Meski sedikit dan lambat, tapi Bagus tetap ada progress-nya, itu yang harus kita jaga dan tingkatkan. Sekarang, tugas saya dan ummi-ummi ialah 'menyelamatkan' Bagus dari ketidaktahuan orang tuanya mengenai cara mengasuh akan tumbuh kembang anak. Jangan bandingkan Bagus dengan orang lain, cukup bandingkan dengan dirinya sendiri. Anak itu beda-beda, karena mereka dari keluarga dan latar belakang yang berbeda juga. Si Bagus butuh bantuan dan kita punya tanggung jawab untuk membantu semaksimal mungkin. Apa sih yang lebih menyenangkan menjadi seorang guru selain melihat anak didik jadi lebih berkembang dan makin pintar kan, ummi-ummi? 

Pada intinya, ketika melihat seorang anak yang unik dan berbeda daripada peer group-nya, kita jangan langsung heran dan nge-judge kalo si anak ini bodoh. Coba lihat di sekelilingnya, pasti ada faktor tertentu yang membuat dia seperti itu. Syukur-syukur kalo kita bisa ikut membantu mengubah faktor lingkungan keluarga, tapi jika memang dirasa sulit, (karena memang pasti sulit untuk ikut campur urusan pola asuh) kita bisa coba ubah melalui lingkungan sekolah. Please, anak-anak butuh pengawasan dan ketersediaan lingkungan yang dapat mendukung mereka berkembangan dengan baik, loh. Dan anak-anak berhak mendapat pelajaran dan stimulasi yang cukup dari lingkungannya. Emak Bagus, lain kali kita butuh diskusi lah yaa, meskipun saya juga udah agak-agak males kalo denger si Emak ngomel melulu. Gak penting banget nyalahin anaknya di depan umum dah, mak! 😂😂

0 comments:

Post a Comment

 

Blog Template by BloggerCandy.com